“Sesungguhnya ada seorang pelacur yang melihat anjing di siang hari yang sangat panas tengah mengitari sumur. Anjing itu mengelilingi sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu, perempuan itu melepas sepatunya untuk mengambil air dengan sepatu tersebut, maka Allah mengampuni dosanya.”(HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dari kisah di atas kita dapat
mengambil beberapa pelajaran.
1.
Jangan meremehkan amal
kebaikan. Hatta, menolong seekor makhluk yang dianggap hina, bahkan dalam Islam
kita dilarang memelihar anjing. Karena kita tidak tahu, mungkin di sana dapat
mendatangkan reda dan pertolongan Allah subahanahu wa ta’ala.
2.
Jangan mudah menjudge
seseorang hanya karena sesuatu yang tampak pada dirinya. Kita tidak tahu
derajat seseorang di sisi Allah dan akhir dari kesudahan seseorang. Tidak
sedikit orang yang kelihatannya buruk, tetapi di akhir hayat mereka bertaubat
sehingga Allah ampuni dan mereka seperti bayi yang baru saja lahir. Dan tidak sedikit
pula, orang yang awal sangat baik, tetapi siapa sangka di akhir hidupnya
menjadi suul khatimah. Na’udzu billah min dzalik.
Perbuatan buruk
tetaplah perbuatan buruk, dan kebaikan tetaplah kita hormati. Akan tetapi, ketika
seseorang berbuat keburukan, yang dibenci hanyalah perbuatan, bukan orangnya.
Kecuali, sudah jelas-jelas mereka menghina agama.
3.
Setiap manusia, pasti
memiliki naluri kasih sayang (kecuali hatinya yang sudah tertutup), baik memang
sudah fitrah, maupun karena berbagai pengalaman. Akan tetapi, kadang naluri itu
hanya sekadar muncul, tanpa diapresiasikan dengan tindakan.
Kita pasti pernah
merasakan bagaimana rasanya kehausan, setidaknya sebagi kaum muslimin, haus di
bulan Ramadhan. Dengan pengalaman, tentu hati akan terenyuh jika melihat orang
kehausan, tak terkecuali kepada seekor anjing. Akan tetapi, kadang kita bersikap masa
bodoh karena tidak ingin berkorban lebih jauh.
Padahal ampunan Allah dan kemulian sangat dekat dengan
pengorbanan. Apa yang dilakukan pelacur tersebut memang sangat luar biasa. Ia
rela mengorbankan sepatu mahalnya (biasanya apa pun yang mereka kenakan, bukan
sembarang barang untuk menunjang penampilan mereka) demi seekor anjing.
Karena itu, tak pantas kita menghina seseorang atau merasa
lebih baik dari seseorang karena siapa tahu mereka mampu berbuat yang luar biasa,
sedang kita merasa sok baik tidak dapat berkorban seperti itu.
Sampai di sini mungkin ada sahabat cahaya akhwat yang dapat
mengambil pelajaran lain dari cerita di atas?
Tidak ada komentar