Menu
Cahaya Akhwat

TATAPAN SANG MANTAN

Tatapan Sang Mantan


Wilda mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Matanya melirik ke arah jam dinding di kamar. Pukul setengah dua malam. Ia duduk bersandar di ranjang, mata lelahnya memandang Ayudia yang baru saja tertidur pulas. 

Wilda bangkit kemudian berjalan keluar kamar, ditatapnya Pras yang berada di sofa ruang tamu. Sudah hampir satu bulan ini Ayudia selalu rewel. Putri pertama mereka yang baru saja genap berusia empat tahun itu selalu tidur lewat tengah malam. Itulah yang menyebabkan Pras memilih tidur terpisah. 

Wilda menuju kulkas, mengambil segelas air kemudian duduk di salah satu sofa ruang tamu. Ia memandangi Pras. Tingkah rewel Ayudia sedikit besar telah berpengaruh pada hubungan mereka berdua. Pras sering marah karena sulit beristirahat ketika berada di rumah. Kemarahannya disambut pula oleh amarah Wilda karena seharian letih menghadapi tingkah Ayudia.

Wilda selalu menyesal setelah mereka berselisih paham. Pada dasarnya Pras bukanlah seorang pemarah. Jarang sekali ia menegur Wilda kecuali satu hal, Pras melarang Wilda memasang fotonya di media sosial. Wilda pun sangat mencintai Pras, ia mengikuti semua yang Pras katakan. Ia hanya memasang foto Ayudia di akun fesbuknya, sebagai wujud kebahagiaan dari pernikahan mereka.

Tetapi saat ini tak ada aktivitas dunia maya yang ia lakukan. Ayudia menguras semua waktunya. Siang hari anak itu sering marah-marah melemparkan semua barang yang ada di dekatnya. Selain menangis lama terkadang Ayudia mengalami kejang secara tiba-tiba.

Wilda telah membawa Ayudia beberapa kali ke dokter. Tetapi tak ada perubahan yang terjadi. Selera makan anak itu semakin turun membuat badannya semakin kurus.

Pras terbangun dari tidurnya. Ia terkejut melihat Wilda yang duduk di sampingnya. 

“Kamu ngga tidur, Wil? Ayudia gimana?” tanya Pras yang bangkit dari tidurnya.

“Ayudia sudah tidur. Aku ngga ngantuk.” jawab Wilda sambil memijat keningnya. 

Pras menatap Wilda. Terlihat jelas warna hitam di bawah mata istrinya . Ia tahu Wilda tidak tidur beberapa malam ini. Sesaat kemudian mereka kembali mendengar suara tangisan Ayudia. Tanpa menunggu perintah, Wilda segera bangkit dan berjalan menuju kamar. Ayudia kembali menangis kencang, segala usaha telah Wilda lakukan untuk menenangkannya tetapi tetap tak berhasil. Mereka kembali terjaga sampai pagi.

~0~

Pagi ini Wilda kembali membawa Ayudia ke rumah sakit. Ia menunggu di depan loket laboratorium. Atas saran dokter minggu lalu ia melakukan serangkaian tes laboratorium untuk Ayudia. Setelah hasil tes keluar, mereka pun menuju ruangan dokter. Tanpa menunggu lama, nama mereka pun dipanggil masuk ke ruangan.

“Bu Wilda, berdasarkan hasil tes, anak ibu tidak menderita penyakit apa pun.” ujar dokter setelah membaca kertas yang Wilda berikan.

Setelah menerima resep, Wilda segera mengajak Ayudia ke apotek. Setelah obat keluar mereka pun pulang. Ada sedikit perasaan lega atas hasil laboratorium tadi. Tapi Wilda tetap bingung apalagi yang harus ia lakukan atas perubahan sikap Ayudia.

Sore hari mereka sampai di rumah. Wilda duduk di sofa, badannya terasa sangat lelah. Ayudia duduk di sampingnya, anak itu sama sekali tak mau menelan makanan yang Wilda tawarkan.  Tak lama terdengar salam dari luar. Wilda pasti melamun hingga ia tidak mendengar suara mobil suaminya. Wilda bangkit dan menyabut Pras. 

Pras duduk di samping Ayudia.  Anak itu tak merespon, ia tetap sibuk dengan boneka-boneka yang ada di sekitarnya. 

“Bagaimana hasil berobat tadi,  Wil? “ tanya Pras saat Wilda membawakan secangkir kopi di meja.  

“Ayudia dinyatakan normal,  Mas.” jawab Wilda.

“Syukurlah. Hari ini aku lelah sekali. Banyak pekerjaan yang membuat kepalaku sakit,” jawab Pras.

Pras bersandar sebentar kemudian ia mengambil kopi di meja. Cangkir itu mengarah ke bibir Pras secara perlahan. Namun tiba-tiba sebuah boneka berhasil membuat pegangan tangan Pras terlepas dari cangkir. 

“Kurang ajar!!!” Pras membentak Ayudia yang membuat seluruh badannya tersiram kopi.

“Lihat anakmu, Wilda. Apa kamu sama sekali ngga bisa memperbaiki sikapnya? Istri ngga becus!” Amarah Pras beralih ke Wilda.

Wilda tersentak. Kemudian ia berdiri. 
“Dia bukan cuma anakku. Dia juga anakmu.” Wilda menjawab penuh emosi. 
Ayudia mulai menangis dan berteriak.

“Kalau tak ada penyakit yang diderita, ini berarti semua karena kamu salah mendidiknya. Aku bosan mendengar jerit-jeritan itu. Itu karena kamu terlalu memanjakannya!!!” Pras menjawab sambil memandang Wilda tajam.

“Kamu bosan mendengar jeritan Ayudia? Berapa lama sih kamu berada di rumah, Pras? Aku yang mendengar jeritannya selama dua puluh empat jam. Aku yang selalu menjadi sasaran lemparan-lemparannya saat ia mengamuk tanpa sebab. Sekarang bukan hanya Ayudia yang menjerit,Pras. Tapi aku juga menjerit. AKU JUGA MENJERIT, PRAS!!!” 

Emosi Wilda tak terbendung, wajahnya memerah, napasnya memburu. Ingin sekali Wilda mencakar wajah Pras yang sama sekali tidak berempati padanya.

Inilah pertengkaran paling hebat dari sekian banyak pertengkaran yang terjadi. Sesaat mereka terdiam. Tak ada suara yang keluar termasuk dari Ayudia karena kini anak itu kembali kejang.

Wilda menjauhkan semua barang-barang yang sekiranya membahayakan jika tersenggol Ayudia. Tak sampai satu menit anak itu terdiam. Ia kembali duduk dengan tubuh yang lemas.

Wilda segera memeluk Ayudia. Pras berdiri membeku menatap anak dan istrinya yang terduduk di lantai. Pras menarik napas panjang. Akal sehatnya telah kembali melihat kenyataan yang ada. 

“Maafkan sikapku yang lepas kendali, Wilda. Kita pasti dapat melewati cobaan ini. Kita cari pengobatan lain untuk Ayudia.” Pras ikut duduk di lantai, ia memeluk anak dan istri bersamaan.

Sore telah sampai di ujung penghabisan. Sayup-sayup suara azan pun terdengar.

~0~

Di sebuah rumah kecil seberang pulau, seorang laki-laki menatap ponselnya dengan serius. Ia menatap sebuah foto gadis kecil. Foto di sebuah akun media sosial disertai tulisan-tulisan menggambarkan perkembangan gadis kecil itu terkadang membuatnya tersenyum bahagia, terkadang pula tersenyum sinis penuh kebencian. Wajah gadis kecil itu mengingatkan ia pada seseorang.

“Seandainya saja Wilda yang kau nikahi sepuluh tahun lalu, Tom. Kau pasti sudah memiliki anak yang cantik dan lucu berbeda dengan kondisi pernikahan kita saat ini.”

Seorang wanita ikut menatap foto di ponsel itu. Mulutnya melemparkan kata-kata pujian tetapi hatinya penuh rasa iri dan dengki karena ia tahu bahwa dirinya tak akan dapat memberikan seorang anak untuk suaminya yaitu Tom, mantan kekasih Wilda. 

Tanpa Wilda sadari, tatapan mata melalui foto putrinya yang ia pajang di akun fesbuk  itulah yang telah menyebabkan Ayudia terkena penyakit 'ain.

~TAMAT~



Tidak ada komentar