Menu
Cahaya Akhwat

PERHATIKAN HAL INI SEBELUM JAJAN




فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهِ إِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْــظُرِ أَيُّهَا أَزْكٰىطَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَايُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
“… Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (Q.s. Al-Kahfi : 19)

 Kita garis bawahi. Makanan yang lebih baik.

Di dalam Al-Qur’an sering kita temui kalimat-kalimat yang berbeda, tetapi memiliki arti yang serupa.
Seperti : خير, طيب, أزكى yang memiliki arti serupa :  baik atau bersih.
Hanya saja, jika dicermati. Ketiga kalimat tersebut, walaupun artinya mirip tapi memiliki tempat yang berbeda-beda
خير : (baik), biasa diletakkan pada kalimat amal perbuatan
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْـــقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَه
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Q.s. Al-Zalalah : 7)
طيب  : (baik) diletakkan pada kalimat yang menyinggung soal makanan
كُلُوْا مِنْ طَــيِّــبٰـــتِ مَا رَزَقْنٰكُم
“… Makanlah (makanan yang baik-baik dari rezeki yang telah kami berikan…” (Q.s Al-Baqarah :  57)
أزكى: asal kata ز ك , (bersih) seringnya diletakkan pada orang atau harta.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكّٰهَا
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan (jiwa itu).” (Q.s. Asy-Syams : 9)

Kembali ke ayat di atas (surah Al-Kahfi ayat 9),  
Di dalam Al-Qur’an terjemah perkata, tercantum: أَيُّهَا أَزْكٰى: Siapakah penduduk kota yang paling bersih, jadi bukan sekadar makanannya. 

Hikmah dari ayat di atas: hal penting yang harus kita perhatikan sebelum membeli makanan, salah satunya adalah perhatikan siapa pembuat makanan tersebut.
Dan ini jarang kita perhatikan. Selama ini yang sering terjadi, hanyalah teliti dalam kehalalan komposisi atau bahan makanan.

Sebelum membeli, pilihlah pembuat atau penjual makanan tersebut yang lebih saleh.
Karena kesalehan seseorang, sangat menentukan berbagai faktor dalam makanan tersebut.

Kejujuran dalam mencampur bahan: orang saleh sangat jauh dari mencampur dengan bahan yang haram dan berbahaya, kecuali karena ketidaktahuannya. Hal ini mengingatkan kita akan kisah kejujuran seorang gadis penjual susu di zaman Umar bin Khattab.
Kesucian: orang yang paham ilmu fikih, ia akan tau bagaimana caranya menbersihkan makanan. Bersih, belum tentu suci.

Hal ini mengingatkan beberapa phenomena yang sering terlihat di orang banyak, misalnya membersihkan telor. Mereka membasuh telor dengan cara merendamnya di dalam air. Setelah digosok sampai bersih, telor tersebut diangkat dan direbus, tanpa membersihkannya dengan air mengalir. Telor, sudah pasti bercampur dengan kotoran hewannya. Jika  membasuh tanpa dengan air mengalir, telor tersebut tidak suci.
Coba bayangkan bagaimana jika telor itu dimakan kita. Dan hal itu sangat sering terjadi di masyarakat awam.

Kejujuran dalam jual beli: orang saleh, sangat jauh dari praktik culas menculasi, riba dan berbagai praktek tidak halal lainnya.

Bagaimana cara mengenali seseorang, sedang jaman sekarang penampilan kadang-kadang menipu? Berjilbab tapi curang. Shalat, tapi korupsi. Dan mungkin masih banyak lagi ketimpangan yang berlaku.

Kesalehan hati, hanyalah Allah yang tau. Setidaknya lihatlah standar yang paling minimal dalam Islam. Bagi perempuan: berjilbab, shalat dan baik akhlaknya. Bagi laki-laki: shalat lima waktu istiqamah berjamaah di masjid dan akhlaknya bagus.

Semuanya kita serahkan kepada Allah, kita hanya berusaha memilih yang terbaik menurut kasat mata.

Yang paling aman adalah membuat makanan sendiri. :)




*Gambar dari antarnews.com

Tidak ada komentar