Menu
Cahaya Akhwat

BAGAIMANA KEDEKATANMU DENGAN ALLAH?



“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sungguh (shalat) itu berat kecuali orang khusyuk.”
(Al-Baqarah : 45)

Pada ayat 153 kembali disinggung, perintah memohon pertolongan dengan sabar dan shalat, hanya saja ayat 153 lebih spesifik, ditujukan kepada orang-orang beriman.
“Wahai orang-orang beriman! Mohonlah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Q.s. Al-Baqarah : 153)

Permisalan kita mempunyai beberapa anak. Ada kala kita membuat peraturan kepada seluruh anak, dan ada kalanya hanya kepada anak-anak tertentu, misalnya kepada anak tertua. Kewajiban ditujukan hanya kepada anak tertua bukan berarti pilih kasih, akan tetapi, dikarenakan hanya anak tertualah yang mampu mengembannya. Dan setiap peraturan yang kita tetapkan, pasti sudah merupakan kebijakan dan akan berakibat buruk apabila peraturan tersebut tidak dilaksanakan.

“Mintalah pertolongan Allah dengan sabar.”


Sabar merupakan tarbiyah untuk pembentukan pribadi yang berkarakter mulia, sedangkan shalat merupakan nilai pentauhidan kepada Allah.

Sabar merupakan salah satu kunci kebahagiaan hidup. Sabar dalam menyikapi setiap cobaan yang menghadang. Dengan sabar, perlahan jalan penyelesaian akan terbuka. Dengan sabar inilah, nampaklah kekokohan seorang mukmin sejati.

“Dan shalat.”  Dengan shalat inilah yang paling sulit bagi kebanyakan orang muslim. Di dalam ayat 45 pun sudah disinggung, bahwa itu berat kecuali orang-orang yang khusyuk.
Carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat, kalimat yang sering kita dengar. Namun, masih saja sulit bagi kita untuk melaksanakannya. Selama ini mungkin kita berasumsi, “Bagaimanalah shalat kita. Shalat kita masih belum khusyuk dan sempurna  mana mungkin bisa mendatangkan pertolongan Allah atau mana mungkin mendatangkan keajaiban.”

Sungguh, pemikiran seperti ini telah membatasi gerak kita. Dan memang sebenarnya bukan maksud ini ayat ini diturunkan. Shalat bukanlah kalimat sim salabim di dunia dongeng yang akan mendatangkan apa saja.

Di analogikan begini. Ketika kita mempunyai masalah, siapa orang yang pertama yang diingat? PASTI ORANG YANG KITA CINTAI DAN PERCAYAI mampu  membantu kita. Entah orang tua, pasangan hidup ataupun teman.

Namun bagaimana jika mereka tidak di dekat kita, sedangkan kita  sangat membutuhkan bantuan mereka, setidaknya mengeluarkan semua sesak di dada? Maka, selama jarak orang tersebut dapat kita jangkau, kita akan mendatangi mereka.

Padahal, Allah lebih dekat dengan kita dan terbuka setiap saat dengan keadaan. Ketika kita punya masalah, lalu yang diingat adalah orang-orang yang kita cintai, secara tidak langsung kita me-nomor sekiankan Allah di hati. Ketika kita mempunyai masalah, kita datang kepada orang kita percaya, secara tidak langsung kita BELUM SEUTUHNYA mempercayai Allah.


Di sinilah letak kezaliman kita kepada Maha Pencipta. Jadi substansi shalat bukanlah “TONGKAT AJAIB”, tetapi shalat merupakan sarana hubungan antara seorang hamba dengan pencipta. Semakin intens pertemuannya, maka semakin dekatlah hubungan keduanya.

Dan memang sudah dijelaskan pada ayat 45, “kecuali orang-orang khusyuk” bagi khsyuk dalam shalat, atau khusyuk dalam keimanan. Setidaknya khusyuk dalam keimanan, akan mengindikasi kepada khusyuk dalam shalatnya. Hal ini telah dibuktikan oleh para sahabat Radhiyallahu ‘anhum.

Seperti ketika Abdullah bin Ja’far melihat tanah tandusnya. Ia segera shalat dan tidak memerlukan waktu yang lama, tak jauh dari tempat sujudnya mengalirlah air. Keimanan Ibnu Ja’far yang begitu kuat, sehingga ketika melihat masalah yang ia ingat adalah Allah. Maka tak heran, shalatnya pun khusyuk dan langsung mendapatkan pertolongan Allah.

Maka, bukan tujuan utama apakah kita bisa shalat khuusyuk dan mendatangkan pertolongan Allah, yang terpenting bagaimana menjadikan ALLAH YANG PERTAMA DIINGAT DAN DIDATANGI.

Sekarang kita posisikan diri kita di posisi (maaf) “Allah”. Jika kita tau, pasangan kita mempunyai masalah, dan pertama yang ia datangi adalah orang lain, bagaimana perasaan kita? Pasti kita sangat marah, kecewa, sedih, dan merasa tak berarti karena pasangan kita lebih mempercayai orang lain.

Begitulah juga Allah. Maka disinilah terasa makna ujung ayat, “Sungguh, Allah bersama orang-orang yang sabar.” Ketika kita mendatangi Allah, maka Allah akan bersama kita dan pertolongan-Nya akan mudah turun.
Allahu a’lam.
Jadi, ketika kita punya masalah, siapa yang kita ingat dan didatangi? Jangan sampai Allah nomor sekian di hati kita. Na’udzu billah.

Ayat ini memang bukan hal yang mudah dilaksanakan bagi kita yang memiliki iman setipis bawang. Setidaknya berusahalah untuk melaksanakannya.

Mengupayakan sifat sabar dalam diri kita. Sabar dan shalat merupakan sebuah kesatuan. Tidak bisa dipisahkan sama lain. Orang yang tidak memiliki sifat sabar, mudah mengeluh, atau grasak grusuk, tidak mungkin bisa menjadikan shalat sebagai penolongnya.  Dan setelah shalat pun, kita harus sabar dalam menjalani keputusan Allah.

Tidak penting apakah shalat kita akan mendatangkan pertolongan atau tidak. Yang penting, bagaimana supaya kita bisa melaksanakan perintah dalam ayat-ayat ini. Tidak penting apakah kita memerlukan pertolongan atau tidak, yang penting bagaimana kita bisa menautkan hati kepada Allah.

Seperti Ibnu Abbas, ketika dalam suatu perjalanan, beliau mendengar salah satu Ummahatul Mukminin meninggal dunia. Ibnu Abbas turun dari hewan kendaraannya dan shalat. Beliau berkata, “Inilah perintah Allah dan tidak ada musibah yang paling besar selain meninggalnya Ummahatul Mukminin.” Ya benar, meninggalnya Ummahatul Mukminin  adalah musibah besar dan tidak mungkin kembali lagi walaupun sekaliber shalatnya para sahabat. Akan tetapi, yang terpenting bagaimana mereka bisa melaksanakan perintah Allah dan menjadikan Allah, pertamanya tempat mengadu. 


Tidak ada komentar